BELAJAR BERPERILAKU TIDAK MELANGGAR HUKUM DARI PBKH UAJY

BELAJAR BERPERILAKU TIDAK MELANGGAR HUKUM DARI PBKH UAJY

 

Generasi muda merupakan generasi penentu masa depan bangsa, sekaligus generasi yang rentan. Kerentanan ini salah satunya disebabkan oleh keinginan untuk melakukan eksplorasi diri, baik secara positif mau pun negatif. Meski masih pelajar, namun jika berperilaku negative, dan melanggar hukum, tetap akan menjalani proses di pengadilan. Demikian diungkapkan oleh Y Hartono, MHum, Ketua Pusat Bantuan dan Konsultasi Hukum (PBKH) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Jumat (17/6) di SMA Pangudi Luhur “St. Louis IX” Sedayu, Bantul, dalam kegiatan penyuluhan hukum dengan topic “Kenakalan Remaja dan Etika Bermedia Sosial.” Br Yustinus Wahyu Bintarto, FIC, Kepala SMA PL “St. Louis IX,” mengatakan kegiatan yang diikuti pengurus OSIS dan perwakilan guru ini bertujuan memberikan bekal dan wawasan ketika menghadapi permasalahan hukum.

 

Vicentius Patria Setiawan, anggota tim PBHK UAJY, mendefinisikan kejahatan sebagai kegiatan yang merugikan orang lain. Kegiatan yang merugikan meliputi melukai, merampas harta benda, menghilangkan nyawa dan tindak kesusilaan. Tindak kesusilaan adalah tindakan yang terkait harga diri. Ada teori yang menyatakan bahwa kejahatan terjadi karena adanya bakat dan pengaruh lingkungan. Tapi teori ini belum tenty benar karena tidak ada orang yang berbakat negative. Dan orang yang berada di lingkungan negative belum pasti menjadi jahat. Salah satu bentuk kejahatan adalah kejahatan jalanan, yaitu kejahatan konvensional, yang terjadi di jalan, yang kasusnya tidak berbelit belit, mudah dilihat dan diungkap. Kejahatan jalanan ada tiga, yaitu pembegalan (perampasan dengan kekerasan), klitih (kejahatan di malam hari yang biasanya dilakukan remaja) dan pencopetan (mencuri barang yang dibawa orang lain tanpa sepengetahuan korban).

 

Etty Indrawati, anggota tim PBHK, dosen UAJY dan juga pengacara, menjelaskan pentingnya etika bermedia-social dan Undang undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pertama, agar bisa menggunakan media social secara baik dan bertanggung jawab. Kedua, agar tidak ikut menyebarkan berita bohong dan menjelekkan orang lain. Ketiga, agar tidak terjerat hukum karena merugikan orang lain. Oleh karena itu, pengguna media social harus melakukan “saring sebelum sharing,” menyaring berita sebelum menyebarkannya. Karena jika seseorang menyebarkan berita yang pertama, toh ia juga tak mendapatkan apa-apa.

 

Etty Indrawati menyebutkan bahwa jumlah gadget di Indonesia melebihi jumlah penduduk, dan lebih dari separuh jumlah penduduk adalah pengguna media social. Menurut penelitian, rata-rata penggunaan media social setiap orang adalah 3 jam 41 menit. Maka bermedia social secara benar, saat ini merupakan sesuatu yang dibutuhkan. Aturan dalam mengemukakan pendapat terdapat dalam UUD 1945, yaitu bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengemukakan pendapat. Dalam UU no 9 tahun 1998 disebutkan mengenai kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum. Bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat merupakan hak setiap warga Negara, yang bersifat bebas dan bertanggung jawab. Bentuk mengemukakan pendapat yang beretika adalah tidak mudah percaya pada berita sebelum memeriksa kebenarannya, menjaga perilaku beretika dalam bentuk menghargai orang lain dan memberi komentar yang positif, menyaring informasi yang akan di bagikan, tidak menyebar data pribadi secara mudah di media social dan menjadikan medsos sebagai sarana untuk membagikan karya.

Share this Post